Parahita tak pupus oleh Lupus, Parahita semangat terus!!!

Minggu, 06 Agustus 2017

Sambutan Ketua Umum Yayasan Kupu Parahita Indonesia

Assalamu’alaikum Wr Wb.
Perkenalkan saya Elvira Sari Dewi (26 tahun) seorang pejuang Lupus yang telah diberikan amanah untuk memimpin Yayasan Kupu Parahita Indonesia atau lebih familiar kita sebut dengan Parahita. Beberapa diantara kita mungkin sudah saling kenal, saling sapa, hanya tahu wajah, hanya tahu nama, dan mungkin sudah berkomunikasi namun belum tahu satu sama lain. Sedikit ingin berbagi cerita tentang saya, Parahita, dan harapan saya untuk Parahita kelak. Semoga bermanfaat :)
Sudah tujuh tahun lamanya saya bersahabat dengan Lupus. Bersahabat? Iya bersahabat, lebih tepatnya bersahabat karena keterpaksaan. Pedih memang ketika mendengar atau mengingat dokter bilang “Anda terkena Lupus”. Tidak bisa didefinisikan, banyak pertanyaan yang muncul di kepala, ingin berteriak, ingin menangis, tidak percaya, ingin marah, tawar-menawar dengan Tuhan, depresi, hingga akhirnya bisa menerima kenyataan bahwa memang seperti itulah jalan terbaik yang telah Tuhan gariskan.
Banyak hal yang terjadi selama tujuh tahun bersahabat dengan Lupus dan alhamdulillah Tuhan senantiasa memberikan saya semangat untuk menghadapinya. Singkat cerita, saya pernah dikira meninggal ketika saya diopname di suatu Rumah Sakit di Surabaya, namun Tuhan masih memberikan kesempatan sehingga saya bisa survive dan melakukan yang terbaik untuk dunia ini. Suatu anugerah yang sangat saya syukuri karena hidup ini memang indah. Melalui suatu ide “kompres dingin untuk menurunkan stres pada pasien Lupus” saya ditemukan dengan Parahita pada tahun 2012. Saya disambut hangat oleh ketua dan sekretaris Parahita pada saat itu (Bapak Lexy Eduard Pello dan Ibu Enni Suliati). Saya dikenalkan dengan pasien-pasien Lupus di Parahita dan dari situ saya merasa tidak sendiri lagi. Saya dijadikan bagian dari keluarga mereka. Berbagi cerita, berbagi pengalaman, berbagi semangat, berbagi kebahagiaan, membuat saya dan Parahita semakin dekat dan merasa “lahir kembali”. Pada tahun 2013, ide “kompres dingin untuk menurunkan stres pada pasien Lupus” tersebut mengantarkan saya untuk mendapatkan beasiswa S2 Fasttrack (S2 yang ditempuh dalam waktu 1 tahun) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk melanjutkan pendidikan di Program Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (PMIB FKUB). Sungguh anugerah yang sangat luar biasa karena pada waktu yang bersamaan di PMIB FKUB baru saja dibentuk Pusat Studi Autoimun Rematik dan Alergi (AURA) di mana salah satu fokus studinya adalah di bidang Lupus. Saya tertarik untuk bergabung dengan Pusat Studi AURA karena memang saya ingin belajar Lupus lebih dalam di PMIB FKUB. Di Pusat Studi AURA saya bertemu dengan Profesor Handono dan Profesor Kusworini yang ternyata adalah pakar Lupus di Indonesia dan juga Pembina dari Parahita. Suatu kebetulan yang luar biasa, tapi saya percaya bahwa tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Saya percaya bahwa perjumpaan saya dengan Lupus, Parahita, PMIB FKUB, Pusat Studi AURA, Profesor Handono, dan Profesor Kusworini pasti sudah digariskan oleh Tuhan karena suatu alasan.
Saya belajar banyak hal tentang Lupus bersama Profesor Handono dan Profesor Kusworini. Tidak hanya dari segi akademis, tapi berbagai hal nonakademis pun beliau berdua ajarkan pada saya. Saya senantiasa dididik dan dibimbing dengan penuh kesabaran dan ketelatenan oleh beliau berdua. Tidak bisa saya definisikan, beliau berdua adalah guru terbaik yang sudah saya anggap seperti orang tua saya sendiri. Beliau berdua adalah role model saya. Sosok yang senantiasa percaya bahwa saya bisa, bahwa saya mampu, dan saya lebih sehat daripada orang-orang sehat di sekitar saya, walaupun kenyataannya seringkali saya mengecewakan beliau berdua, tapi beliau berdua senantiasa memberikan saya kesempatan untuk belajar, belajar, dan terus belajar. Beliau berdua lah semangat saya. Saya ingin bisa meniru kebaikan yang senantiasa beliau berdua contohkan kepada saya.
Pada tahun 2015 saya diajak Profesor Kusworini untuk mengurus pendirian Pusat Kajian Lupus di FKUB. Satu-satunya pusat pendidikan dan penelitian tentang Lupus yang ada di Indonesia. Senang rasanya, bisa belajar teori plus praktiknya langsung bersama ahlinya. Tahun 2016 saya diangkat menjadi dosen di FKUB. Dan pada tahun 2017 Parahita yang awalnya berupa perhimpunan masyarakat di bawah pimpinan Bapak Lexy Eduard Pello telah bermetamorfosis menjadi Yayasan Kupu Parahita Indonesia dan saya diamanahi untuk memimpinnya. Terus terang, pada awalnya saya tidak siap menerima amanah tersebut. Memimpin suatu organisasi yang beranggotakan pasien-pasien Lupus di Malang Raya dan sekitarnya (Blitar, Tulung Agung, dan Jember), dengan segala keterbatasan yang saya punya, membuat saya banyak merenung “apa ya saya bisa?” Berkat dukungan para pengawas, yakni Bapak Dokter Cesarius Singgih Wahono dan bapak Lexy Eduard Pello saya mulai memantabkan hati untuk menerima amanah tersebut. Saya tidak sendiri dalam memimpin organisasi ini, saya ada di bawah bimbingan para Pembina dan Pengawas dari Yayasan Kupu Parahita Indonesia. Saya harus bisa untuk kemajuan Parahita yang telah “melahirkan” saya.
Pada tanggal 8 April 2017, Parahita mendapat undangan dari Perhimpunan SLE Indonesia (PESLI), suatu perhimpunan yang beranggotakan dokter-dokter pemerhati Lupus di Indonesia, di Jakarta Indonesia. Undangan tersebut dihadiri oleh Perhimpunan Reumatologi Indonesia (Indonesia Rheumatology Association/IRA), seluruh perwakilan LSM pemerhati Lupus dari berbagai wilayah di Indonesia, perwakilan dari Direktorat Pengendalian & Pencegahan Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, public figure peduli Lupus Ibu Wanda Hamidah, dan perusahaan peduli Lupus PT. Immortal Pharmaceutical Laboratories. Bersama-sama kami mendandatangani petisi sebagai komitmen bersama untuk mensukseskan pembangunan kesehatan di Indonesia, khususnya di bidang Lupus. Hingga saat ini ternyata data terkait jumlah pasien Lupus di Indonesia belum diketahui dengan pasti sehingga pemerintah Indonesia sedikit kesulitan saat menyediakan obat-obatan untuk pasien Lupus, khususnya obat-obatan yang harus diimpor dari luar negeri. Oleh karena itu, saya memohon dukungan dari teman-teman semua untuk kesediaanya dilakukan pendataan suatu hari nanti guna mensukseskan pembangunan kesehatan di Indonesia untuk masa depan Lupus yang lebih baik.
Tanggal 26 Juli 2008 adalah hari lahir Parahita. Saya bersama teman-teman di grup whatsapp @yayasanparahita sempat merencanakan untuk membuat video yang akan kami persembahkan untuk masyarakat dalam rangka memperingati 9 tahun berdirinya Parahita. Namun Tuhan berkehendak lain, di awal Ramadhan 1438 H ini (sekitar awal Juni 2017), satu per satu dari kami, termasuk saya, tumbang dan harus masuk Rumah Sakit guna perbaikan kondisi. Pertama kalinya dalam sejarah perjuangan saya melawan Lupus, saya merasakan yang namanya down dan depresi. Iya saya sudah tidak punya semangat lagi seperti sebelum-sebelumnya, saya down ketika melihat Hb saya 6,1; trombosit saya 39.000; dan tensi saya 80/40. Sakit sekali rasanya, terutama ketika pulse metilprednisolon 500 mg IV diberikan selama 3 hari berturut-turut. Respons tubuh saya tidak cukup baik menerima pengobatan tersebut dan ada perasaan cemas bahwa Hb, trombosit, dan tensi tersebut tidak bisa kembali normal. Untungnya saya ditangani langsung oleh dokter terbaik di kota Malang, Bapak Dokter Cesarius Singgih Wahono yang sudah seperti orang tua saya sendiri. Saya merasa tenang ketika saya bisa menceritakan semua yang terjadi pada saya kepada beliau, dan saya mempunyai keyakinan, dengan jiwa saya yang tenang dan pengobatan terbaik yang beliau berikan, Insya Allah saya bisa cepat diberikan kesembuhan olehNya.
Lima hari lamanya saya dirawat di RSSA. Pada waktu yang bersamaan, 5 orang anggota dari Parahita juga dirawat di RSSA bersama saya. Saya tidak boleh menunjukkan perasaan down dan depresi saya kepada mereka, sehingga selama di Rumah Sakit saya selalu berusaha menunjukkan senyuman terbaik saya kepada semua orang. Saya didampingi tim PPDS (dr. Ayu dkk), koas, perawat, dan mahasiswa perawat yang selalu siaga, sabar, dan baik hati. Setiap pagi saya dijenguk oleh dr. Bayu dan dr. Maya. Mereka semua tahu kondisi saya dan mereka semua tahu saya menyembunyikan rasa sakit saya. Kondisi Hb dan trombosit turun itu rasanya lemas sekali (ibarat baterai hp sudah dalam kondisi lowbat), aktivitas berat sedikit cepat capek, jalan ke kamar mandi ngos-ngosan, mudah sesak, mudah kesemutan, mudah demam, mudah kedinginan, kepala langsung terasa sakit bila dibuat mikir, tidak fokus, dan intinya susah stabilnya. Setelah dipulangkan dari RS, saya masih harus menjalani bedrest total selama 27 hari di dalam kamar karena memang saya belum kuat untuk melakukan aktivitas seperti biasanya. Hanya bisa bersyukur bahwa inilah kesempatan yang Tuhan berikan untuk saya benar-benar menikmati waktu istirahat saya. Sesekali memang sempat bosan dan capek dengan rutinitas sakit yang entah bagaimana endingnya nanti. Tapi saya tidak boleh mengecewakan dr. Singgih, beliau sudah memberikan pengobatan terbaik kepada saya, saya harus sembuh, saya harus semangat, saya pasti bisa, demi Parahita, demi Pusat Kajian Lupus, demi pernikahan sahabat saya Pratiwi Indrihapsari, dan demi janji saya dengan teman saya 2018 nanti. Iya seperti itulah semangat saya yang membuat saya kembali survive :)
Malam ini saya sudah benar-benar merasa sembuh. Hasil lab terakhir saya, Hb sudah 8,1; trombosit 279.000, dan tensi sudah 120/80. Alhamdulillah. Terima kasih kepada dukungan semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu di sini. Special thanks to dr. Maya yang telah melakukan home visit ke rumah dan Profesor Kusworini yang telah mengajak makan banyak saat hala bihalal Universitas supaya saya cepat sembuh. Sungguh pengalaman manis yang tidak bisa saya lupakan. Besok Senin Insya Allah saya sudah siap kembali untuk bekerja, mengabdikan diri saya untuk institusi saya Universitas Brawijaya, untuk Pusat Kajian Lupus, dan untuk Parahita tercinta. Mohon doa dan dukungan teman-teman semua supaya saya bisa menjalankan amanah yang diberikan kepada saya dengan sebaik mungkin.
Add caption
Terakhir saya ingin mengucapkan permohonan maaf saya yang sebesar-besarnya kepada teman-teman semua bila selama 7 bulan pertama memimpin Parahita ini saya kurang fokus, saya kurang perhatian, dan saya belum bisa merangkul semuanya dengan baik. Selama ini saya benar-benar tidak tahu kalau saya sakit, rupanya gejala sakit saya tersebut sudah muncul sejak September 2016 (sebelum saya dilantik jadi ketua Parahita) dan semakin memburuk sejak Februari 2017. Saya kurang aware dengan kondisi kesehatan saya sendiri sehingga hal tersebut berdampak pada Parahita. Saya harap teman-teman di Parahita tidak ada yang seperti saya, pura-pura kuat tapi pada endingnya harus opname di RS. Dirawat di RS itu sungguh tidak enak, apalagi kalau sudah kena pulse metilprednisolon. Doa saya semoga semua anggota saya diberikan kesehatan; semoga yang saat ini sedang dirawat di RS diberikan kesabaran, semangat, dan kesembuhan; dan semoga semua diberikan kebahagiaan dan kedamaian dalam menghadapi Lupus. Bismillah saya siap memfasilitasi teman-teman semua bila memerlukan bantuan saya terkait Lupus, Insya Allah :)
Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman semua yang telah hadir dalam peringatan HUT ke-9 Parahita di rumah saya pada tanggal 1 Agustus 2017 kemarin. Alhamdulillah Parahita sudah berusia 9 tahun dan harapan kami, Para Pengurus Parahita, pada tahun ke-10 nanti Parahita bisa lebih eksis dan benar-benar bermanfaat untuk masyarakat. Amin Amin Amin Ya Robbal Alamin.
Demikian yang ingin saya sampaikan, mohon maaf bila ada kata yang kurang berkenan, dan semoga bermanfaat. Wabillahi Taufik Wal Hidayah, Wassalamu’alaikum Wr Wb.


Malang, 6 Agustus 2017
Ketua Umum Yayasan Kupu Parahita Indonesia,
Elvira Sari Dewi

0 Silahkan Kirim Pertanyaan :

Posting Komentar